BLAM!
Pintu kamar bertempelkan stiker Mickey Mouse terbanting keras diikuti isak tangis gadis kecil yang samar-samar hampir tak terdengar. Sesekali suara senggukan nya menembus dinding-dinding kamar. Ibu menggeleng-geleng memperhatikan tingkah putri kecilnya, tapi jelas ada seutas senyum tergurat di wajahnya. Tak ada sedikit rasa kesal pun terpancar, dengan tenang ia menanggapi putri kecilnya yang merengek minta dibelikan boneka baru. Padahal ia baru dibelikan banyak buku bacaan anak kemarin. Tapi nampaknya sang putri kecil belum paham makna 'boros' yang dipetuahkan ibunya. Ia terus merengek hingga akhirnya menangis dan mengurung diri di kamar.
Di balik dinding kamar, sambil sesenggukan gadis kecil itu memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas merah Dora-nya. Terbesit di fikiran nya untuk kabur dari rumah, mungkin ia akan ke rumah nenek, hasil contekan adegan film yang ia tonton beberapa hari lalu.
Di perhatikan nya lagi sekeliling kamar, mencari-cari benda apa lagi yang harus dibawanya. Celengan angsa putih di atas meja belajar seolah tersenyum mengingatkan agar ia ikut dibawa. Dicobanya memasukkan celengan itu ke dalam tas, tapi ternyata ukuran celengan itu lebih besar dari yang ia bayangkan. Diputuskan nya untuk menenteng celengan itu.
Dengan wajah sembab dan air mata yang belum seluruhnya mengering, ia keluar dari kamar. Di pundaknya tergantung tas merah Dora yang terasa kebesaran menempel di punggung nya. Dan tangan kanan nya menggenggam bagian leher celengan angsa putih yang terasa berat oleh logam recehan.
Tapi tiba-tiba, langkahnya tepat terhenti di ambang pintu rumah. Semangat nya untuk minggat dari rumah seketika meluntur mengingat sesuatu: Bagaimana caranya ia kesana? Kalau minta di anterin, bukan minggat dari rumah dong namanya. Naik transportasi umum, ngga punya uang. Minta sama ibu, gengsi. Mau mecahin celengan, ngga tega. Lama ia termenung di ambang pintu.
Dari ruang keluarga, lagi-lagi ibu tersenyum melihat tingkah laku putrinya, menatap gemas punggung yang tertutup tas sekolah merah dan kepalan tangan mungil yang menggenggam erat celengan angsa putih itu.
"Mau kemana, Amira?" Ibu mencoba menggoda, padahal jelas ia tau apa maksud putrinya.
Gadis kecil itu menoleh ke arah ibunya. Wajahnya tak lagi sembab, hanya masih ada beberapa titik air di sekitar matanya. Sebagian yang lain mengering di wajahnya.
"Bu, anterin Amira ke rumah nenek, ya?"
***
Gadis kecil berbalut seragam merah jambu dengan rompi putih berlogo PAUD Harapan Bunda di saku kanan atasnya terduduk lesu di ayunan. Sesekali dihentakkan lagi kakinya ke tanah, membuat ayunan itu bergerak sendirinya. Wajahnya kusut memperhatikan jalan beraspal di balik gerbang. Berharap sosok yang ia tunggu segera datang menjemputnya.
Lama ia menunggu. Halaman itu mulai lengang, hanya ada tiga pasang kaki lagi disana termasuk dirinya. Ia berharap bukan ia yang terakhir dijemput hari ini.
"Amira!!"
Panggilan itu seketika merubah raut wajah kusutnya. Ibu melambai dari arah gerbang. Dengan cepat disambarnya tas merah Dora miliknya yang sejak tadi ia senderkan di tiang ayunan, melompat dari ayunan dan berlari menjumpai ibunya.
Ibu menggenggam erat tangan gadis kecil yang berjalan riang di sebelahnya. Penatnya seketika hilang menatap putri kecil yang terus mengoceh riang menceritakan sekolahnya hari ini.
"Tadi bu guru ngajarin apa, sayang?"
"Tadi kami bikin burung-burungan dari kertas lipat, trus bu guru juga ngajarin kami nyanyi"
"Oh ya? Nyanyi apa?"
"Pelangi-pelangi"
"Wah.. Anak ibu pinter" di elusnya kepala Amira kecil dengan bangga. Mereka berbelok ke sebelah kanan, ayah telah menunggu dengan sepeda motornya. Amira kecil berlari-lari menghampiri ayah. Dicium nya telapak tangan ayah dan dengan lincah menaiki boncengan sepeda motor diikuti ibu dibelakang nya.
Mereka memang hanya keluarga sederhana. Ayah hanya seorang guru, begitupun ibu. Tapi ia merasa sungguh bahagia hidup di tengah-tengah orang yang ia cintai dan mencintainya.
Sepeda motor berhenti di halaman rumah. Biasanya gadis kecil itu selalu mendahului ibu dan ayahnya membuka pintu rumah. Namun kali ini ibu mendahuluinya, menggenggam lengan mungilnya sambil mengatakan "Ayah dan ibu punya sesuatu untukmu"
Gadis itu masih menerka-nerka apa yang akan ia dapatkan. Ada begitu banyak benda melintas di fikiran nya. Mereka sampai di depan pintu kamar Amira yang masih tertutup. Ayah berdiri paling depan membukakan pintu.
Begitu pintu terbuka, ia benar-benar kaget melihat boneka beruang merah jambu super besar bersender di sudut ranjangnya yang juga merah jambu. Sambil berteriak senang ia berlari memeluk boneka yang ukuran nya lebih besar dari tubuh kecilnya.
"Makasih, ayah. Makasih, ibu!"
Senyum lebar tersungging di bibirnya. Ia mendapatkan lebih baik dari yang pernah ia harapkan. Padahal ia pernah marah karena tak dibelikan boneka yang ukuran nya jauh lebih kecil. Ternyata orang tuanya memiliki rencana lain yang jauh lebih istimewa.
# a little memory of my chilhood :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar