Kamis, 17 Juli 2014

Semua Tentang Kita

Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, tapi cuaca yang kurang bersahabat membuat semuanya terlihat redup, tertutup gumpalan kapas abu-abu yang menggantung sempurna menaungi gedung sekolah. Batu-batu yang berserakan di pekarangan terlihat berkilap basah tersiram rintik hujan yang tak kunjung reda. Aku merapatkan sweater biru-putih ke tubuhku, berbelok ke arah kanan koridor dan tiba di ruang kelas yang warna catnya mulai pudar dan mengelupas. Inilah kelas kami, kelas 9A.
Bekas-bekas tapak sepatu yang terkena becek membuat ubin kelas kami terlihat kumal. Aku berjalan menuju bangku dan menyenderkan ransel hitam ku di senderan bangku. Dan tepat setelah aku duduk, bel masuk kelas berbunyi.
˚˚˚


“Yaaah ibuuu..” koor seisi kelas kecewa
“Bukan nya ibu mau ngebatalin janji sama kalian. Memang perjanjian kita hari ini ngadain game. Tapi cak liatlah kelas kalian ni, manusia yang hadir bisa dihitung dengan jari tangan. Mana seru coba main game kalau ngga rame. Kita pending hari ini, ntar hari selasa ibu janji kita beneran main game. Tapi kalau kalian emang pengen main juga hari ini, oke kita main. Buat ibu ngga masalah”  jelas bu Sutrika panjang lebar
Beberapa diantara kami mulai berbisik-bisik mempertimbangkan ucapan bu Sutrika. Beberapa yang lain sibuk melipat kedua lengan nya di atas meja, menyenderkan kepala diatasnya, dan mulai menari-narikan imajinasi mereka di alam bawah sadar. Cuaca dingin membuat mulut tak bisa berhenti untuk menguap dan kelopak mata bergerak lebih cepat untuk segera tertutup rapat.
“Gimana?” tanya bu Sutrika
“Iya deh, bu. Game nya ntar hari selasa aja. Ga seru juga kalau rame yang ngga ikutan”
“Oke, semuanya deal gitu kan?”
“Deal!!” teriak seisi kelas
“Ehm, kalian baca-baca buku aja di kelas ya. ibu harus ke kantor sekarang, ada rapat seluruh dewan guru. Mungkin untuk jam pelajaran selanjutnya, semua kelas kosong. Kalian punya waktu bebas sampai rapat selesai. Keep in your class, don’t be noisy oke?”
“Oke buu!!”
Bu Sutrika membereskan buku-buku nya dari meja guru dan bergegas meninggalkan ruang kelas. Setelah kami semua merasa bu Sutrika benar-benar telah meninggalkan ruang kelas, “Yeiiii!!” seisi kelas spontan langsung dipenuhi sorakan dari berbagai sudut. Bola-bola kertas yang merupakan hasil dari gulungan kertas-kertas yang di padatkan dan di satukan dengan karet gelang, langsung melayang-layang dari arah belakang kelas. Yah, pertanda bahwa permainan bola kertas ala siswa cowok 9A saat jam kosong akan dimulai. Bagian belakang kelas yang memang sengaja kami kosongkan dijadikan mereka sebagai arena pengganti lapangan.
Dan kami –para cewek- akan cukup mengerti “tanpa kode”untuk segera membentuk kelompok-kelompok arisan yang berserakan di kelas. Di pojokan meja belakang sebelah kiri, ada Rika, Meri, Pipi dan Ayu –sebut mereka T2nea (baca: Ti two ni-รจ). Kami akan sangat paham apa yang akan mereka bahas, ngga akan jauh dari segala hal berbau Korea. Mulai dari fashion, film, sampe artis-artis Korea yang menurut mereka lagi booming banget. Mereka akan selalu bersama kemanapun, mengenakan segala hal yang berbau serasi. Mereka Korean maniac yang sangat kompak.
Disebelahnya, kumpulan cewek 9A yang –agak- ngga jelas pembahasan nya apa. Mereka lebih senang saling menceritakan hal-hal yang membuat mereka terbahak, dan mereka akan secara kompak berguling-guling memegangi perut mereka dengan bibir yang terbuka lebar di lantai kelas. Atau menekuni meja kayu yang dijadikan gendang sambil bernyanyi-nyanyi. Apapun.
Fadilah, suaranya paling bagus diantara kami semua. Tapi dia juga yang paling sering dijadikan bahan tawa oleh cowok-cowok iseng di kelas. Adi paling sering menjadikan tas Fadilah sebagai aksesoris fashion show super konyol dikelas, atau menjadikan nya kantong doraemon dan mengeluarkan semua isi tasnya ke depan kelas. Tapi Fadilah tetaplah Fadilah, ngga pernah bisa marah dan hanya tertawa kecil sambil menutup mukanya dengan telapak tangan.
Rosita, berbie 9A yang bisa dibilang rada-rada aneh. Cewek paling polos yang suka action sendiri, baca puisi sendiri, atau berpidato yang pembahasan nya mulai dari sejarah nabi sampe kebiasaan buruk satu persatu cowok 9A, atau bahkan diakhiri kisah maling jemuran yang asal usulnya entah darimana. Reskita, mata empat yang paling sering ditertawakan karena logat bicaranya yang terkadang medhok. Yang terakhir, Desi dan Afrianda yang paling sering dikerjain. Bahkan pernah tas barunya disangkutin di langit-langit kelas sama anak cowok. Membuat seisi kelas berguling-guling melihat ada tas yang melayang-layang dan afrianda yang menggerutu sambil menaiki meja.
Dan satu meja lagi di sebelah kanan paling depan, 4 orang aneh yang selalu membaurkan hal-hal ngga nyambung jadi nyambung banget, hal-hal biasa jadi luar biasa untuk ditertawakan, dan hal-hal rumit jadi super sepele. Ya, aku salah satu dari mereka. Kalau meja-meja kami telah menyatu, cerita kami akan terasa sangat nyambung, mulai dari pembahasan Jakarta banjir sampai permasalahan abang siomay yang udah tiga hari ngga mangkal di depan gerbang sekolah. Ngubah qasidah jadi rock, ngubah rock jadi dangdut, dan ngubah dangdut jadi berbau pelangi-pelangi.
Yang terakhir, Nadia. Bingung dia masuknya ke kelompok yang mana. Sekalinya gabung bareng kami, besoknya guling-guling di kelompok yang lain, ngga taunya besok malah seru-seruan ngadain debat pemilihan artis korea terkece bareng anak T2nea.
Oke, mari ku perkenalkan kelompok arisan ku. Aku? Oh, kalian tak perlu tau banyak tentang aku. Karena aku hanya butiran rinso. Ica, kulitnya paling terang di antara kami. Dia teman sebangku ku yang selalu kompak nutupin kehadiran aku yang sering ngambil jam tidur saat pelajaran berlangsung. Oke, beralih ke 2 anak paling idiot di bangku belakang kami. Lisa dan Rahma. Hah, jangan salahkan aku menyebut mereka idiot. Bu Sutrika, guru bahasa Indonesia kami sendiri yang pertama kali menyematkan gelar itu untuk mereka.
Lisa, suaranya paling besar diantara kami. Cewek paling heboh, yang selalu neriakin “Lak-Lak-Lak” dengan dua tangan terangkat-angkat ke atas kalau di kagetin. Anak aneh yang paling hobi ngehebohin iklan ‘8 anak lebih baik’. Apalagi saat semua orang heboh mendemo “Turunkan harga BBM” di segala sudut, eeh.. anak yang aneh ini akan dengan semangat teriak-teriak di pelosok sekolah, bahkan semua update-an status nya akan bernada “Naikkan harga BBM”. Disebelahnya, Rahma. Cewek pertama sebelum Lisa yang dapat gelar idiot dari bu Sutrika. Cewek paling cerewet di kelas yang kalau udah merepet itu ngga jauh beda sama emak bebek yang kehilangan anak.
Seluruh kelas di gedung sekolah dipenuhi keributan, hal rutin yang terjadi kalau ngga ada guru yang masuk. Tapi hari ini keributan nya terasa ekstra, mungkin karena suara-suara yang keluar beradu dengan dentingan hujan diluar kelas. Kantin, lapangan, bahkan sepanjang koridor kelas yang biasanya jadi tempat paling rame, hari ini sepi. Efek hujan yang membuat semuanya betah di kelas. Ngga ada yang mencoba keluar.
Di bagian belakang kelas, beberapa anak cowok masih menekuni bola kertas. Beberapa yang lain memilih bercengkrama di bangku mereka. Dan empat orang aneh di depan kelas –Amar, Adi, Fajar, Dedi- sibuk dengan media di depan kelas, memaikan botol semprot berisi cairan Cling pembersih kaca yang isinya tinggal sedikit lagi. Amar yang menyemprotkan cairan ke lukisan-lukisan kaca dan jendela kelas, dan Adi membersihkan noda-noda nya dengan kertas koran. Dedi dan Fajar sibuk bergosip di meja guru dengan spidol yang mereka lukis-lukiskan di papan tulis. Sekarang kami mengerti nggak hanya cewek yang hobi bergosip.
“Bagus deh, seenggaknya bisa bikin kelas bersih” komentar Rahma.
Dan saat isi botol Cling habis, mungkin karena kekurangan pekerjaan di kelas, Amar mengisi botol itu dengan air hujan. Kali ini bukan kaca yang mereka semprot. Tapi kami, anak-anak kelas. Dan itu cukup membuat anak-anak yang cewek protes, melihat lantai kelas yang becek karena ulah mereka.
“Ngantuk tau kalau gini terus dikelas!” Ica menyenderkan kepalanya ke atas meja
“Eh, gangguin anak-anak kelas yuk?” ajak Lisa
“Gangguin gimana?” tanyaku
“Kan rata-rata semua sepatunya bertali nih. Ntar diam-diam kita datang, trus tarikin deh ujung tali sepatunya biar lepas. Liat tuh semuanya pada tidur-tiduran di kelas” usulnya
“Hahaha.. Gila kamu, Sa!”
“Eh ngga apa-apa.. Daripada ngantuk gini terus” Lisa mulai bangkit, berjalan keliling kelas dengan matanya yang mencuri-curi ke sepatu-sepatu yang menurutnya cocok. Kami hanya terbengong melihat aksinya.
“LISAAA!!!” Meri berteriak, merasa tali sepatunya sukses dilepas oleh Lisa. Kami terbahak melihat Lisa yang juga tertawa sambil berlari menghindari Meri yang mulai menggerutu sambil kembali mengikat tali sepatunya. Ica dan Rahma mulai bangkit mengikuti jejak Lisa.
“ICAA!!!”
“RAHMAA!!!”
 “NADIAAA!!” aku berteriak, merasa tali sepatu ku sukses dilepas oleh Nadia. Dan Nadia hanya tertawa lebar melihatku menggerutu sambil memperbaiki tali sepatu. Dan teriakan-teriakan mulai bermunculan di kelas. Kehebohan baru. Beberapa orang sibuk memperbaiki tali sepatu, beberapa yang lain sibuk mencuri-curi waktu untuk agenda ‘balas dendam’ melepas tali sepatu, dan yang lain nya lagi berteriak protes atas nama Amar yang sibuk menyemprot mereka dengan air hujar di dalam botol Cling.
“Ka, keluar yuk!” Ica menarik lengan ku keluar kelas.
Diluar sepi. Di sepanjang koridor, hanya ada aku, Ica, Lisa, Rahma dan Amar cs. Semuanya anak kelas 9A. Anak kelas yang lain memilih menekuni kelas mereka daripada keluar. Amar masih sibuk dengan botol Cling-nya. Aku mulai curiga, jangan-jangan Amar terkena syndhrome yang menbuat nya nggak lepas bermain dengan botol, mirip kelakuan anak-anak yang udah berkali-kali diteriakin tapi masiih aja suka nyemprot sini nyemprot sana.
“Iih.. pengen mandi hujan..” gumam Lisa sambil menampung-nampung tetesan hujan dengan kedua tangan nya.
“Mandi hujan yuk, Sa” ajak ku
“Serius? Yuk! Mau banget!” respon Lisa. Kami berpegangan tangan, bersiap lari ke tengah lapangan. Dan seperti anak-anak, aku berlari bersama Lisa ke tengah lapangan. Ya, berteriak senang seperti anak kecil yang dilepas main.
“Kak! Udah gede’ kok masih mandi hujan?!” teriak beberapa anak kelas 8 dari lantai atas, melihat aku dan Lisa yang sibuk lompat-lompat di genangan air.
“Hahaha.. Seru tau!”
Melihat kami diluar, beberapa anak kelas lain mulai mencoba keluar kelas. Fadilah malah ikutan lari ke tengah lapangan. Disusul Rahma, Desi dan anak-anak kelas lain. Seragam sekolah yang kami kenakan mulai melekat ke kulit karena basah. Sepatu yang kami pakai terasa mulai becek. Tak ada yang peduli, semuanya sibuk menikmati desiran hujan.
Aku tau, kebersamaan ini pasti akan berakhir suatu saat nanti. Terlebih, sekarang kami telah sampai di penghujung masa belajar di sekolah ini. Aku tau kelak aku akan merindukan setiap detik disini bersama mereka. Merindukan semua hal yang pernah kami jalani. Semua kenangan yang takkan terganti. Ya, Semua Tentang Kita…

#MissingThisMoment, 8 April 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar