Minggu, 26 Oktober 2014

Belajar Dari Shaf Shalat

Aku melangkah terburu-buru memasuki masjid. Iqamah sudah dikumandangkan hampir satu menit yang lalu, pertanda bahwa shalat berjamaah sudah mulai sejak tadi. Aku terlambat.
Aku baru saja akan memulai shalat sebagai makmum yang masbuk (terlambat dalam shalat berjamaah) saat tiba-tiba, "Allahu akbar" suara sang imam terdengar dari pengeras suara sembari melakukan gerakan sujud. Sedetik kemudian, seluruh jamaah yang hadir di masjid mengikuti gerakan imam, bersujud secara serempak.
aku tertegun untuk beberapa saat. Seluruh jamaah dalam posisi yang sama, bersujud dalam shaf-shaf yang lurus dan rapi.
Hal yang tak akan pernah di dapatkan dalam agama lain.


Ada banyak filosofi dalam kegiatan shalat berjamaah ini. Bahwa dalam islam, seorang khalifah atau pemimpin harus ditaati. Saat imam bergerak ruku', seluruh makmum pun ikut ruku'. saat imam kembali tegak berdiri, maka makmum pun melakukan gerakan yang sama dengan serempak. Dan saat ada gerakan atau bacaan imam yang salah, makmum ikut membenarkan dengan menegur menggunakan isyarat. Menunjukkan bahwa ada kalanya pemimpin itu melakukan kesalahan, maka rakyatnya berhak menegur dan membenarkan.
Aku sadar bahwa islam sangat mencintai keindahan. Bahkan dalam shaf shalat pun kerapian itu tetap diperhatikan.
Islam mencintai kebersamaan, karena itu pahala orang yang melakukan shalat berjamaah 27 kali lebih banyak dibandingkan orang yang melakukan shaat sendiri. Pelajaran lain, bahwa semua manusia sama di hadapan Allah. dalam shaf berjamaah, tidak ada pembagian shaf-shaf menurut kasta. semua orang boleh berdiri di shaf manapun, bahkan presiden sekalipun. tidak ada peraturan yang mewajibkan bahwa seorang presiden harus berdiri di shaf terdepan, pedagang kecil di shaf belakang, tidak ada. semua orang sama di mata Allah.
Subhanallah, Segala puji bagi-Mu ya Allah yang telah melahirkan ku sebagai seorang muslim.


Kamis, 23 Oktober 2014

Menghayal

Belakangan ini aku jadi lebih sering menghayal.

entah kenapa.

Tapi anehnya, mengungkapkan hayalan-hayalan ini selalu terasa 'susah' saat aku telah siap didepan monitor atau kertas dan batang pena. hayalan-hayalan itu selalu muncul tidak pada tempatnya. bukan pada saat aku telah siap dengan media untuk menampungnya. seolah hayalan-hayalan itu 'phobia' pada monitor dan tumpukan kertas. selalu saja kabur saat aku akan mengikatnya. jadi aku lebih sering mengabaikannya.
Seperti hari ini. aku sudah berada didepan layar ini hampir dua jam. memutar-mutar otak untuk mencari 'kata apa yang harus diterbitkan'. tapi nihil. andaikan otak punya mesin ketik untuk mengetik fikiran yang tiba-tiba keluar dan kita punya kendali untuk men-save-nya, mungkin aku akan mudah menyimpan hayalan-hayalan itu. apalagi kalau ada opsi 'print'-nya. tinggal dicetak, jadi hayalan-hayalan itu ga akan hilang.
Ah, aku baru saja menghayal.


Rabu, 08 Oktober 2014

Cinderella

"Maukah kau berdansa denganku, tuan putri?"
Pangeran mengulurkan tangannya dengan setengah membungkuk. Cinderella tersenyum. Sambil mengangguk disambutnya uluran tangan sang pangeran.
Semua mata di alun-alun istana terpaku menatap dua pasang kaki itu menari-nari diatas ubin merah. Malam seolah terasa singkat saat dua pasang mata itu bertemu, diiringi musik yang mengalun.
Cinderella tersenyum sepanjang detik. Hingga ia menyadari bahwa jam kerajaan sudah berdentang dua belas kali.
"Maaf, aku harus pergi!" terburu-buru Cinderella berlari meninggalkan alun-alun istana. Sementara pangeran kaget dan terheran-heran menatapnya.
"Tunggu! Siapa namamu?" teriak pangeran. Namun Cinderella terus berlari tanpa menoleh. Karena sebelum ia pergi ke istana, ibu peri mengatakan bahwa lewat jam 12 malam maka seluruh sihir akan hilang.
Hingga saat Cinderella melangkahkan kaki cepatnya menuruni tangga kerajaan, sebelah sepatu kaca yang ia kenakan tertinggal di salah satu anak tangga. Namun sayang, di anak tangga berikutnya, kakinya yang kini tak beralas tersangkut dan membuatnya tersungkur jatuh. Berguling di tangga kerajaan.
Bersamaan dengan itu juga pangeran berhasil menyusulnya. Seluruh mata terpaku. Terdiam. Detak jam istana berhenti, jarum jam menunjuk pukul 12:15. Dan seketika sihir yang tersemat pun menghilang. Cinderella yang terkulai di ujung tangga berubah kembali menjadi sosoknya yang semula.
Pangeran hanya terpaku, menatap tak percaya. Ternyata sejak tadi ia berdansa dengan seorang pembantu yang tengah menyamar.